KM ITB, Halo TPB!, dan TPB 2022: Bagaimanakah nasib kemahasiswaan kita ke depannya?

Nabiel Irawan
10 min readApr 1, 2023

Kemahasiswaan ITB sedang di ambang kehancuran. Kegiatan-kegiatan terpusat sepi peminat, baik sebagai peserta maupun panitia. Unit dan himpunan mulai ditinggalkan demi organisasi-organisasi “high achiever”. Ketua Kabinet menghilang, kinerja kabinet terpuruk. Orang-orang menganggap jabatan menteri, bahkan menko, di Kabinet hanya sebagai “kerja sampingan”. Kongres tidak kuorum, kembali ke FKHJ. Angkatan 18 dan 19 sudah fokus TA. Angkatan 20 yang (masih) mau aktif sedikit, itupun sudah terancam terlalu lelah karena selalu “menambal” (mulai dari Pemira KM ITB 2021/2022, Kabinet Citaraya, Osjur 2022, dan berbagai tempat lain) dan sudah nyaman di himpunan, atau, lebih parahnya, sudah ingin fokus KP, magang, TA, dan akademik. Angkatan 21 masih memiliki semangat yang cukup tinggi. Angkatan 22 adalah permulaan baru; mendapatkan kemahasiswaan yang sepenuhya luring walau tidak sempurna, menunjukkan semangat yang tinggi di berbagai kepanitiaan, dan adalah wadah yang hampir sepenuhnya kosong. Di sini lah peran Kementerian Halo TPB! sebagai tidak hanya teman TPB, tetapi juga pengembang karakter TPB 2022.

Kementerian Halo TPB! sadar sepenuhnya bahwa mengembangkn 4800 mahasiswa dengan waktu satu tahun tidaklah mudah. Terlebih lagi, kondisi pascapandemi dengan seluruh anggota Kementerian Halo TPB! tidak pernah merasakan kemahasiswaan luring, sehingga butuh penyesuaian. Berbekal pengalaman menjadi “peserta” dari Kementerian Peka TPB & Dinamisasi TPB Kabinet Arunika (Angkatan 2020) dan dari Kementerian Halo TPB Kabinet Akarasa (Angkatan 2021), Kementerian Halo TPB! Kabinet Citaraya mencoba menavigasi bagaimana cara paling tepat mengembangkan Mahasiswa TPB 2022.

Selama keberjalanan Kementerian Halo TPB!, pendekatan Kementerian berubah seiring dengan berubahnya dan makin jelasnya analisis kondisi angkatan TPB 2022. Asumsi awal dari Kementerian Halo TPB! adalah bahwa mahasiswa TPB angkatan 2020 ke bawah (termasuk angkatan 2022) terjadi overflow informasi, terlalu banyaknya informasi yang datang dan belum tentu valid. Selain itu, dari pengalaman anggota Kementerian pula, mahasiswa TPB 2022 perlu “abang” atau “kakak” sebagai pemandu, pembimbing, atau bahkan tempat bercerita. Dengan asumsi awal tersebut, Kementerian Halo TPB! hadir sebagai teman TPB, dengan tagline kementerian “Halo, kami teman TPB!”, harapannya Kementerian Halo TPB! bisa menjadi teman TPB sepenuhnya: dari kebutuhan dasar sampai aktualisasi, dari FITB sampai STEI-R, dari Ganesha sampai Jatinangor (karena yang Cirebon TPB-nya di Jatinangor), dari OSKM sampai Dikpus tahun depannya.

Asumsi awal tadi, ditambah dengan pengalaman hasil mengobrol dengan Menteri PeKa TPB Kabinet Arunika (Kak Akbar Ghifari, II’16) serta Menteri Halo TPB Kabinet Akarasa (Kak Setiawan Novaldi, TL’18), Kementerian Halo TPB! memutuskan untuk menyediakan sebanyak mungkin kebutuhan TPB 2022. Mulai dari menjadi rekan dan perpanjangan tangan Kemenkoan Kesejahteraan Mahasiswa (Kesma) untuk TPB, menjadi rekan dan berperan aktif mendinamisasikan TPB 2022 bersama dengan Kemenkoan Dinamisasi & Integrasi Kampus (Dinpus), berperan langsung dalam pengembangan karakter TPB 2022 (sebagai bagian dari Kemenkoan PSDM), serta sebagai rekan dan inisiator pergerakan di TPB 2022 serta perpanjangan tangan tiga kemenkoan pergerakan eksternal (Sosial Politik/Sospol, Sosial Masyarakat/Sosmas, serta Karya dan Inovasi/Karinov). Di luar itu, Kementerian Halo TPB! juga berperan sebagai pendamping dan pendidik dari Komite TPB di Kongres KM ITB, pendamping dan pembela kepentingan TPB di Unit Kegiatan Mahasiswa (UKM), mendampingi TPB di kegiatan-kegiatan fakultas masing-masing (seperti, misalkan, panggilan-panggilan di fakultas), bahkan mendampingi dan membela kepentingan TPB di level kampus, dan lain-lain. Sebagai contoh, Kementerian Halo TPB! pernah membantu menyelesaikan kasus kecurangan akademik di Mata Kuliah KU1102 Pengenalan Komputasi angkatan 2021 di awal Kementerian Halo TPB! berjalan (sewaktu itu Kabinet Akarasa sudah demisioner dan Kementerian Halo TPB! sudah terbentuk walaupun belum lengkap dan belum resmi ditetapkan). Selain itu, peran-peran kultural juga dijalankan oleh Kementerian Halo TPB!, seperti datang dan meramaikan TPB Cup 2022, mendekatkan diri dengan TPB 2022 dengan pendekatan kultural (seperti makan bersama dan nongkrong), serta membuka akun instagram Kementerian (tpb.itb) dan twitter (@Halo_TPB) sebagai tempat bertanya apapun itu. Hal-hal ini adalah contoh seberapa berusahanya Kementerian Halo TPB! dalam menjadi Teman TPB sepenuhnya.

Melihat sulitnya mengembangkan 4800 mahasiswa dalam waktu satu tahun, banyaknya peran yang perlu diambil, dan terbatasnya sumber daya, Kementerian Halo TPB! menggunakan prinsip Pareto, di mana porsi kecil akan menghasilkan sebagian besar efek yang dikeluarkan. Kementerian Halo TPB! berusaha mengembangkan dan membimbing sebanyak-banyaknya mahasiswa TPB 2022 melalui berbagai wadah yang ada: Penanggung Jawab Sementara angkatan/PJS (sebelum adanya Ketua Angkatan), Penanggung Jawab Aksi Angkatan (PJ Aksang), Ketua Angkatan dan Badan Pengurusnya (Badan Pengurus Angkatan/BPA), peserta Ganesha Academy: Pioneer (GAP), dan kawan-kawan TPB 2022 lainnya yang mau mencari, memiliki semangat, dan mau berproses. Harapannya, sekitar 40–100 orang TPB 2022 yang dibimbing secara intens oleh Kementerian Halo TPB! ini dapat menjadi orang-orang yang membawa dampak dan semangat ke sesama angkatan 2022, angkatan-angkatan bawah yang menjadi adik-adik mereka nanti (2023 dan seterusnya), dan bahkan angkatan-angkatan atasnya. Salah satu keluaran konkret dari pembinaan di Halo TPB! Ini adalah, harapannya, semangat anak-anak binaan ini dapat terus terjaga (tentunya selain dengan “dilepas” untuk bermain, juga kaderisasi dan binaan aktif dari Kementerian Halo TPB! Kabinet Citaraya, minimal secara kultural oleh Menteri Halo TPB! Kabinet Citaraya) sampai mereka menjadi stakeholder di KM ITB, atau minimal menjadi rakyat-demokrat KM ITB yang selalu memperjuangkan yang terbaik untuk KM ITB.

Tapi, sayangnya, seluruh usaha yang sudah dilakukan oleh Kementerian Halo TPB! semaksimal mungkin — maksimal atau tidak, tergantung masing-masing — Kementerian Halo TPB! merasa “dikalahkan” oleh sistem dan lingkungan. Sistem yang dimaksud adalah sistem internal KM ITB dan lingkungan yang dimaksud adalah kondisi aktual dunia, organisasi eksternal, dan karakter anak-anak TPB 2022 pascapandemi.

Sistem KM ITB dinilai tidak siap untuk “menyambut” anggota-anggota hasil kaderisasi yang efektif. KM ITB dengan lima lembaganya — Kongres KM ITB, Kabinet KM ITB, MWA-WM dan Tim MWA-WM, HMJ, serta UKM — masih belum cukup stabil untuk bisa menjalankan sekadar fungsinya sebagai organisasi-organisasi masing-masing. Beberapa unit mati suri, dan sedang dibangkitkan kembali. Himpunan-himpunan mengalami krisis kepemimpinan — dengan banyaknya calon tunggal, sampai adanya himpunan yang perlu musyawarah anggota untuk mendorong salah satu Massanya untuk menjadi ketua himpunan — dan kinerja organisasi berantakan. Ketua Kabinet menghilang, beberapa Kemenkoan pincang karena Menko yang lulus dan tidak bisa digantikan perannya. Magang Kabinet tidak ada kurikulum dasar — sehingga anak-anak TPB 2022 yang mengikuti Magang Kabinet sangat bergantung kepada setiap kementerian, di mana performa setiap kementerian berbeda-beda. Program kerja kabinet yang melibatkan mahasiswa TPB, terutama sebagai panitia, bahkan ada yang menimbulkan efek traumatis bagi mahasiswa TPB terhadap kepanitiaan terpusat. Tidak dapat masuknya Kementerian Halo TPB! dalam pengembangan diri (kaderisasi pasif dan aktif) mahasiswa TPB 2022 di unit dan kepanitiaan menunjukkan tidak pahamnya lembaga dan kepanitiaan mengenai peran kultural dan struktural Kementerian Halo TPB! dalam membela kepentingan TPB. Gagal dibentuknya Komite TPB, dengan kondisi Kementerian Halo TPB! sudah menyiapkan bimbingan dan divalidasi dalam dokumen basis keterwakilan KM ITB buatan Kongres 2020/2021, mengindikasikan sistem Kongres yang tidak siap dalam menerima mahasiwa TPB. Kongres KM ITB 2022/2023 yang sampai bubar karena tidak kuorumnya Kongres perlu menjadi pertanyaan — seberapa di ujung tanduknya kah kemahasiswaan kita? Sebagai contoh, pendaftar panitia Wisuda April ITB 2023 yang target panitianya adalah mahasiswa TPB 2022, hanya mendapatkan total 450-an pendaftar. Sebagai perbandingan, Wisuda April 2021, yang notabene dilaksanakan daring/online, dengan target panitia mahasiswa TPB 2022, mendapatkan lebih dari 500 pendaftar.

Kaderisasi-kaderisasi yang terjadi di berbagai lembaga — himpunan, unit, terpusat — masih sangat prematur. Nilai-nilai dasar mengenai, sesimpel, “apa itu kaderisasi” saja banyak pengader yang tidak memahami. Lebih jauh lagi, mengenai esensi interaksi lapangan (interlap) beberapa belum memahami — sekadar memarah-marahi. Kaderisasi sekarang dirasa kurang komprehensif dan terlalu reaktif. Kadersasi yang terjadi hanya sekadar menurunkan budaya, tidak menurunkan nilai. Pun menurunkan nilai, perlu dikaji lagi apakah nilai yang diturunkan masih relevan atau tidak. Kalau pun ada kaderisasi yang sudah “matang”, infrastruktur organisasi mahasiswanya tidak siap, seperti yang dijelaskan di paragraf sebelumnya. Sebagai contoh, Mahasiswa TPB 2022 trauma dari kaderisasi Panitia Lapangan Perayaan Wisuda Oktober 2023 dan membuat sulitnya mendapatkan kepercayaan mahasiswa TPB 2022 untuk “berkemahasiswaan konvensional” lagi.

Lingkungan eksternal mahasiswa TPB 2022 dirasa sangat tidak mendukung untuk mengembalikan semangat berkemahasiswaan ke TPB 2022. Promosi yang luar biasa kencang dari organisasi eksternal transaksional menyihir mahasiswa-mahasiswa baru yang belum memiliki pondasi kuat. Organisasi-organisasi ini mempromosikan instant gratification dan tidak dihargainya proses. Organisasi-organisasi eksternal ini menjual idealisme demi pragmatisme — demi curriculum vitae. Proses kaderisasi yang berjalan 3 bulan kalah dengan webinar 3 jam yang dianggap lebih menarik oleh sebagian mahasiswa. Belum lagi berbicara MBKM (Merdeka Belajar Kampus Merdeka), tempat mahasiswa menjual idealismenya demi satu-satunya yang tidak bisa ditawarkan kemahasiswaan konvensional: uang. Program-program MBKM membuat mahasiswa sekarang semakin berorientasi pada uang dan karir. Hal yang disayangkan dari MBKM adalah program-program yang menghasilkan uang ini tidak mewajibkan mahasiswanya untuk fokus di bidang yang sama. Artinya, program MBKM tidak mempromosikan mahasiswanya untuk mengerti dan mempraktikkan apa yang dipelajari di kelas secara utuh — lebih memahami keilmuannya. Sebagai contoh, seorang mahasiswa dari jurusan Teknik Penerbangan bisa magang di bidang manajemen dan digaji oleh MBKM.

Sehingga, Kementerian Halo TPB! berusaha sekuat tenaga untuk bisa menjaga mahasiswa TPB 2022 untuk kembali ke KM ITB. Baik berhasil maupun tidak, kami sudah berusaha sebaik mungkin. Karena, KM ITB adalah tempat mimpi dan idealisme itu dijaga dan dikembangkan. KM ITB telah menciptakan orang-orang yang mempunyai idealisme, yang harapannya, dapat dijaga sampai tua. Namun, sekarang, dengan sistem KM ITB yang sangat tidak ideal, dan dengan gempuran dari luar berupa organisasi high achiever, KM ITB seminimal-minimalnya dapat menjadi tempat orang-orang yang memiliki semangat, mimpi, dan idealisme tinggi dapat saling bertemu dan saling menjaga. Kampus ITB adalah kampus yang telah menghasilkan pembangun bangsa di bidangnya, oleh karena itu, diharapkan semangat tersebut tidak akan pernah padam, dengan KM ITB sebagai penjaganya.

Dari semua yang sudah Kementerian Halo TPB! lakukan, kami hanya berharap segelintir orang yang sudah dibina, yang harapannya membawa semangat yang sama ke teman-temannya, dapat terus terinspirasi. Harapannya angkatan 2022 dapat seperti angkatan 2021, yang dulu ketika TPB pun hampir menutup diri dari kemahasiswan KM ITB, namun setelah diekspos ke KAT dan Osjur luring, ternyata semangat tersebut muncul dan membara. Tetapi, kalau boleh jujur, kami takut dan pesimis hal ini tidak dapat terulang kepada angkatan 2022. Angkatan 2022 ditakutkan terlalu menutup diri dan sudah memiliki paradigma negatif terlebih dahulu terhadap kemahasiswaan di KM ITB, dengan banyaknya jumlah mahasiswa TPB 2022 yang menganggap Himpunan (HMJ) tidak ada gunanya, dan kegiatan terpusat tidak worthy untuk dilakukan. Angkatan 2021 pun dulu seperti ini, dan harapan kami nanti, setelah OSKM dan Osjur luring, angkatan 2021 dapat memiliki semangat yang sama pula.

Tantangan besar dari karakteristik angkatan 2022 (serta 2021 dan 2020), adalah kesombongan. Mereka menganggap mereka sudah “tahu”, padahal mereka tidak tahu apa yang mereka tidak tahu. Dan masalahnya, mereka tidak mau bertanya, sehingga cakrawala mereka terbatas pada apa yang mereka tahu bahwa mereka tahu. Mereka tidak mau, atau mungkin tidak tahu di mana tempatnya untuk, mencari tahu. Mereka menganggap diri mereka sudah paling paham. Padahal, banyak hal, terutama yang sifatnya kultural, tidak turun dari angkatan-angkatan sebelumnya.

Tapi, Kementerian Halo TPB! percaya, dengan usaha yang coba kami buat selama hampir satu tahun, akan tetap ada dampaknya. Karena dampaknya akan berlipat ganda. Karena hanya segelintir orang yang akan benar-benar membawa perubahan. Karena dari ratusan juta orang di Indonesia, hanya seratus-an orang yang secara aktif merumuskan Konstitusi Indonesia pada tahun 1945 dulu. Karena dari ratusan Massa Himpunan, hanya paling 20–50 orang yang benar-benar secara aktif membawa perubahan. Harapannya, segelintir orang ini lah, yang telah dibina oleh Halo TPB!, dan nantinya terus dibina di KM ITB, dapat membawa perubahan besar di Indonesia.

Permasalahan lebih besar yang belum kita bahas adalah mengenai neoliberalisme pendidikan. Sebagai negara yang menjadi bagian dari World Trade Organization (WTO), Indonesia menyepakati Perjanjian GATS (General Agreement on Trade in Services) yang menyatakan bahwa terdapat dua belas komoditas yang diliberalisasi, termasuk pendidikan. Melalui ini pula, Pemerintah Indonesia membuat perguruan tinggi — perguruan tinggi negeri besar menjadi Badan Hukum Milik Negara (BHMN) yang nantinya menjadi PTN-BH (Badan Hukum). Pemerintah terus mengurangi peran sertanya terhadap pendidikan dengan menerbitkan kebijakan pendidikan tinggi yang lebih liberal. Menurut Darmaningtyas, skema neoliberalisasi pendidikan tinggi adalah melalui mengutamakan citra dan pemeringkatan sebagai modal untuk menarik mahasiswa, bukan peningkatan substansi pendidikan dan keilmuan; cenderung terjebak dalam permainan citra dan obsesi untuk mempertahankan atau meningkatkan peringkat, yang mengarah pada pengeluaran dana yang besar untuk hal-hal yang sepele; serta semakin tinggi peringkat yang didapat sebuah perguruan tinggi, semakin tinggi pula biaya yang dibutuhkan untuk melanggengkan peringkat tersebut. Hal ini menyebabkan biaya perkuliahan mahasiswa naik untuk menyokong obsesi kampus dalam mempertahankan peringkatnya. Karena citra dan peringkat yang menjadi sasaran utama, maka PTN-BH harus terus menggelontorkan uang. Dengan semakin berkurangnya dana dari pemerintah kepada PTN-BH, maka terpaksa PTN-BH harus mencari uang sendiri, salah satu cara termudahnya adalah dengan menaikkan UKT, atau menetapkan uang pangkal, atau pembukaan jalur-jalur baru, atau cara-cara serupa. Hal ini dapat menyebabkan mahasiswa sekarang terkadang merasa bahwa kuliah sudah “mahal”, sehingga harus memikirkan cara mengganti uang yang dikeluarkan untuk kuliah. Dunia kerja pascapandemi yang sangat rapuh, dengan serba VUCA menyebabkan mahasiswanya juga harus mempercantik CV guna mudah mendapatkan pekerjaan. Melalui faktor-faktor ini pula lah, kemahasiswaan konvensional seperti yang ada di KM ITB mulai ditinggalkan dan kemahasiswaan modern-transaksional mulai semakin menggiurkan.

Yah, ketika pendidikan dibuat seperti ini, dibuat hanya untuk segelintir kaum menengah ke atas, akses pendidikan dibatasi secara struktural agar ketimpangan ekonomi semakin membesar, perguruan tinggi betul-betul hanya sebagai tempat orang-orang dengan ekonomi mencukupi untuk memperkaya diri. Pertanyaan selanjutnya, apakah orang-orang yang berkecukupan ini mau untuk membantu orang-orang di kelas sosioekonomi di bawahnya untuk memperkecil jurang ketimpangan tersebut? Jika mahasiswa-mahasiswa ini terus diajarkan untuk menyelamatkan diri sendiri (yang mana tidak salah) tetapi lupa untuk membantu orang lain dengan segala ilmu, sumber daya, dan privilese yang mereka punya, maka niscaya kita telah melupakan esensi insan akademis itu sendiri. Maka dari itu, Kemahasiswaan (konvensional) seharusnya hadir untuk terus mengingatkan mahasiswa-mahasiswa yang beruntung ini untuk terus bisa membantu mereka yang kurang beruntung melalui kaderisasi. Sayangnya, kaderisasi dan kemahasiswaan ini kalah dengan organisasi-organisasi neoliberalis, secara sistemik dan lingkungan.

Bagaimana kah nasib ITB ke depannya? Bagaimana kah nasib KM ITB ke depannya? Bagaimana kah nasib Indonesia ke depannya? Kita hanya bisa berandai-andai sambil berusaha sekuat tenaga dengan semua yang kita bisa lakukan. Kementerian Halo TPB! sudah melakukan bagiannya sekuat tenaga — membina orang-orang yang masih tergerak di awal, untuk harapannya bisa terus dibina sampai akhir dan disebarkan semangatnya, lalu dilepaskan ke lembaga-lembaga lain di KM ITB dan dunia luar. Karena selama ini, KM ITB pun berjalan dengan cara yang sama. Kaderisasi di KM ITB (dan pendahulu-pendahulunya, di kemahasiswaan ITB) sangat kuat, sampai-sampai telah menciptakan orang-orang yang membangun bangsa ini. Melalui kaderisasi pasif (Ospek) dan kaderisasi aktif (mencoba sendiri, dibina oleh abang-abang dan kayak-kakak).

Tetapi, harapan tersebut jelas tetap ada. Melalui program dinamisasi TPB, di mana sebagai contoh TPB Cup 2022 ramai, TPB 2022 masih tergerak dan melihat KM ITB sebagai sesuatu yang layak untuk diikuti. Setelah merasa layak untuk diikuti (dan tentunya benar-benar mengikuti), mereka dapat lebih berpartisipasi aktif dalam kegiatan lainnya, seperti kaderisasi sampai pergerakan di KM ITB. Kementerian Halo TPB!, harapannya, telah berhasil menjadi Teman TPB 2022 dan abang-kakak bagi TPB 2022 yang terus membina mereka sampai selesai di ITB, bahkan sampai tua nanti.

Rabu, 29 Maret 2023
Menteri Halo TPB! Kabinet KM ITB 2022/2023

Nabiel Irawan
18120049

--

--

Nabiel Irawan

Tempat mencurahkan isi otak dan hati seorang self-transendence // An Engineering Student trying his best on writing