Pada Waktunya, Ada Waktunya

Nabiel Irawan
2 min readOct 21, 2022

Suhu Bandung menunjukkan angka dua puluh derajat celcius di aplikasi cuacaku. Namun, rasanya jauh lebih dingin. Entah mengapa.

Duduklah aku di salah satu tempat makan di Jalan Djuanda. Mengerjakan apa yang seharusnya aku kerjakan. Tanggung jawab yang aku ambil karena aku percaya akan keberdampakan. Pukul setengah empat pagi, aku belum pulang. Belum pulang ke tempat tinggal dan belum pulang ke rumah.

Atau keberdampakan ini semu? Atau keberdampakan ini tidak perlu aku kuantifikasikan? Atau keberdampakan ini tidak perlu aku ukur?

Aku tidak tahu apakah aku akan bisa bertahan dengan idealismeku yang seperti ini. Aku tidak tahu apakah aku ataukah idealismeku yang akan mati terlebih dahulu.

Aku akan mati dalam idealismeku.

Tidak akan ada yang bisa menolongku kecuali diriku sendiri. Tidak akan ada yang peduli padaku kecuali diriku sendiri. Kecuali mungkin kamu, entah siapapun kamu itu.

Maaf bagi semua orang atau siapapun itu yang menaruh ekspektasi kepada diriku, entah itu nyata atau semu. Aku sepertinya belum bisa memenuhi apa yang kalian (atau setidaknya, dalam pikiranku) harapkan. Tanggung jawab moral yang aku pikul ini rasanya berat sekali untuk dibawa sendiri.

Tetapi aku teringat kata-kata yang abang-abang dan kakak-kakaku pernah katakan — yang kadang aku gunakan untuk memvalidasi diri sendiri, serta aku gunakan pula untuk mengangkat orang lain yang aku pedulikan — bahwa pundak yang tidak kuat tidak akan diberikan beban lebih dari yang dapat dipikulnya.

Mungkin semuanya akan baik-baik saja jika aku serahkan semuanya kepada Tuhan Yang Maha Esa. Apakah itu sebuah keniscayaan? Ataukah itu sebuah kepastian? Mungkinkah aku mendustakan nikmat Tuhan?

Di manakah “rumah” yang harusnya aku punya, tempatku bisa kembali, beristirahat, menjadi manusia yang rapuh dan lemah?

Mungkin kehadiranmu adalah sebuah keberuntungan, namun ketidakhadiranmu adalah sebuah berkah.

Kamu tenang saja, aku akan kembali. Semua akan baik-baik saja. Aku sudah ditemani dengan rokokku dan laptopku.

Akupun akan bahagia, semoga. Begitu pula denganmu, yang mungkin sudah atau sedang bahagia.

Pada waktunya. Ada waktunya.

--

--

Nabiel Irawan

Tempat mencurahkan isi otak dan hati seorang self-transendence // An Engineering Student trying his best on writing